Lazimnya orang
mengatakan santri adalah julukan untuk penuntut ilmu di pondok pesantren, yang
di asuh oleh figur kharismatik nan berilmu luas yang bernama kiai.
Sejatinya kata “santri”
bukan serapan kata dalam bahasa jawa ataupun indonesia maupun arab. Namun,
santri bukan julukan sembarang juluk. Ia adalah sebuah memakna mendalam.
Bila di tulis
arab pegon kata santri tersusun dari enam huruf hijaiyyah (sin,alif,nun,ta’,ro’,
ya’) dimana setiap hurufnya memiliki makna dan filosofi tinggi. Dan setiap yang
dirinya santri wajib ada dalam dirinya makna enam huruf itu.
“sin” meruoakan
kependekan kata “satirun ‘ainil ‘uyub”, artinya; seseorang yang menutupi
kekurangan (aib) atau dapat diartian berusaha menjadi sesempurna mungkin. Walau
santri juga memiliki nafsu, kekurangan, kebodohan. Maka santri harus mampu
menahan nafsu dan menutup kekuranganya dengan nilai-nilai positifyang ia
peroleh dari ilmunya.
“Alif” disini
sebagai penanda ‘hamzah’ adalah amanah ; santri harus bisa membawa risalah
islamiyah hingga setiap waktu dan ruang. Sifat ini dikuatkan dengan kandungan
makna “nun”
“Nun” adalah
naibu ani syaikh artinya pengganti dari gurunya. Jika ulama adalah pewaris para
nabi maka maka santri adalah penerus dari ulama, maka seringkali kita mendengar
santri di juluki generasi ulama salaf atau sering disingkat gus. Di tangan
santri nasib dan masa depan islam akan berkelanjutan.
“Ta” adalah ta’ibun
‘anidzudzunub artinya selalu meminta ampun atas segala dosa. Selain mempunyai
keluasan ilmu yang mempuni, santri juga harus memiliki kematangan spiritual dan
kejernihan hati. Sebab, orang yang tidak memiliki mata hati jernih, hanya
menjadikan segala amal kebaikan sebagai ladang untuk menuruti sifat takabbur,
ujub, riya’ dan berbagai penyakit hati lainnya. Dari kematangn spiritual dan
kejernihan hati maka santri akan melihat kekurangannya dan melihat dosa. Dan menjadi
santri akan menjadikan seseorang pribadi yang terus menerus butuh ampunan dari
penciptanya.
“Ra” adalah
roghibun fil mandhub, artinya giat dalam berbuat kebajikan seta berfikir
positif. Mereka berbuat mengharap imbalan, namun mereka berbuat karena santri
sangat meyakini bahwa setiap kebaikan yang diberikan kapada orang lain pada
hakikatnya untuk kebaikan dirinya sendiri.
“Ya” adalah yaktafi
bi rizqillah artinya merasa tercukupi dengan rizqi allah maksudnya selalu
mensyukuri apa yang di berikan allah, walaupun hidup kekurangan tapi tetap
mensyukuri dan tidak pernah tidak terima atas apa yang di berikan allah
kepadanya.
Itulah filosofi
santri menurut HM. Kanzul Fikri pembina ponpes AlFalah, Ploso Mojo Kediri. Semoga
kita semua memiliki sifat santri, amin. slmhdr